berbagi informasi tentang hal-hal yang menarik

Pertemuan Nabi Musa a.s dan Nabi Khidhr a.s.

Pertemuan Nabi Musa a.s dan Nabi Khidhr a.s.


Bismillahirrahmanirrahim - Pada suatu ketika Nabi Musa a.s. tengah berceramah dengan fasih dan lancar di hadapan kaumnya Bani Israil, dan dalam ceramahnya itu beliau pandai mengatur tutur bahasa yang digunakan sehingga banyak di antara kaumnya yang terharu sehingga ceramah beliau begitu meresap ke lubuk hati para pendengarnya.  Setelah ceramah selesai, tiba-tiba berdiri salah seorang di antara kaumnya, dia adalah seorang yang telah tua renta dan dengan beraninya dia berkata, "Wahai Musa, adakah orang lain yang lebih pintar dari engkau..?" dengan tangkas dan beraninya Nabi Musa a.s. menjawab, "Saat ini, tidak ada orang lebih pandai dari aku..!"

Dan nampaknya jawaban dari Nabi Musa a.s. dapatlah dimengerti oleh kaumnya, dengan alasan Nabi Musa a.s. dapat membawa kaumnya Bani Israil yang telah tersesat menuju ke jalan yang terang benderang.  Nabi Musa a.s. dengan tongkatnya dapat membelah lautan dan mengalahkan Fir'aun, juga dapat mengalahkan semua tukang sihir dari bangsa Mesir, disamping itu juga Nabi Musa a.s. dapat membongkar akan rahasia gelap mengenai pembunuhan kejam.

Belum lagi Nabi Musa a.s. beristirahat duduk untuk menjawab semua pertanyaan dari kaumnya, turunlah wahyu dari Allah SWT untuk Nabi Musa a.s. yang berisi teguran bahwa sesungguhnya Ilmu Pengetahuan itu luas sekali serta pengetahuan itu tidak hanya milik para Rasul, akan tetapi siapa saja dapat memiliki pengetahuan yang luas atas kehendak Allah SWT.

Setelah menerima wahyu dari Allah SWT tersebut, Nabi Musa a.s. tergerak keinginannya untuk menjumpai orang yang lebih pintar dari dirinya, seraya memohon, "Ya Allah.. siapakah orang yang lebih pintar dari diriku dan dimanakah tempat tinggalnya..? Aku ingin sekali menjumpainya dan akan belajar darinya, mudah-mudahan aku dapat menyauk lubuk ilham dan memetik ilmu serta keyakinan darinya".  Permohonan Nabi Musa a.s. kemudian dijawab oleh Allah SWT, "Wahai Musa engkau bisa menjumpai orang itu di tempat bertemunya dua lautan (yaitu antara lautan Roma dan lautan Persia)".  Kemudian Nabi Musa berkata lagi kepada Allah SWT, "Ya Allah.. tunjukkanlah untukku jalan menuju ke sana".  Selanjutnya Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Musa a.s. supaya membawa seekor ikan, dan jika ikan itu telah menghilang maka di situlah beliau dapat bertemu dengan orang itu.

Maka dengan segera Nabi Musa a.s. meminta salah seorang pemuda dari kaumnya untuk menemaninya dalam perjalanan dan menyiapkan seekor ikan sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah SWT, menurut para ahli tafsir pemuda yang menemani Musa dalam perjalanan adalah muridnya sendiri yang bernama Yusya bin Nun.

Akhirnya Nabi Musa a.s. bersama Yusya bin Nun melakukan perjalanan serta berjanji, bahwa dirinya tidak akan kembali sebelum bertemu dengan orang dicarinya, meskipun dalam perjalanannya itu membutuhkan waktu yang lama atau pun bertahun-tahun.  Peristiwa ini di kisahkan dalam Al-Qur'an surah Al-Kahfi ayat 60.
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya : "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan, atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun". (QS Al-Kahfi [18] : 60)
Setelah sekian lama dalam perjalannya Nabi Musa a.s. bersama Yusya bin Nun berhenti untuk beristirahat, karena telah merasa lelah, mereka duduk di atas sebuah batu karang yang berada di pinggir laut dan tanpa disadari mereka tertidur dengan nyenyaknya, sementara di atas langit nampak mulai berawan dan tidak lama kemudian hujan pun turun dengan derasnya, sementara itu ikan yang meraka bawa sebelumnya, yang sama sekali tidak bergerak, karena terkena siraman air hujan kini mulai bergerak kembali, dan dengan ajaib ikan itu melompat ke dalam lautan dan menghilang dari pandangan keduanya, di abadikan Allah SWT dalam Al-Qur'an surah Al-Kahfi ayat 61.
Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. (QS Al-Kahfi [18] : 61)
Karena merasa istirahatnya sudah cukup Nabi Musa a.s. terbangun dari tidurnya dan dengan segera memerintahkan Yusya bin Nun untuk melanjutkan perjalanan.  Di saat keduanya merasa lapar Musa memerintahkan pemuda itu untuk menyiapkan makanan, maka pada saat itulah Yusya bin Nun teringat akan keadaan ikan yang mereka bawa sebelumnya seraya berkata, "Apakah engkau melihat hai Musa saat kita berada di atas batu tadi, aku telah lupa membawa ikannya dan tiada yang melupakan aku pada saat itu kecuali hanyalah setan, sehingga ikan itu menjadi hidup kembali dan dengan ajaib telah melompat ke laut". Dalam Al-Qur'an diterangkan
Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini".  Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali". (QS Al-Kahfi [18] : 62 - 63)
Mendengar perkataan muridnya yang demikian itu, maka Nabi Musa a.s. segera kembali ke tempat semula di mana mereka berhenti untuk beristirahat, kemudian di situlah Nabi Musa a.s. mulai mencium bau manusia, dan berkata kepada muridnya Yusya bin Nun, "Rupanya kita telah sampai pada tempat yang kita tuju".  Nampaknya benar apa yang dikatakan Nabi Musa a.s. tak lama kemudian muncullah seorang lelaki tua menjumpai mereka.  Lelaki itu badannya ramping kurus, matanya berkilau dengan sorot yang tajam, sehingga telah tampaklah pada diri orang tua itu tanda-tanda kenabiannya, air mukanya menandakan bahwa dia itu seorang yang bertaqwa, rendah hati, sabar dan penyantun, seperti yang telah tercantum dalam Al-Qur'an surah Al-Kahfi ayat 64 - 65.
Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.  Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (QS Al-Kahfi [18] : 64 - 65).
Kemudian Nabi Musa a.s. memberikan salam kepada orang tua itu dan lelaki tua itu membalasnya seraya berkata, "Siapakah sebenarnya engkau ini..? dan engkau berada di negeriku ini aman-aman saja." lalu di jawab oleh Musa, "Aku ini adalah Musa""Jadi inikah Musa a.s. Nabi Bani Israil..?" orang tua itu bertanya lagi.  "Ya..!" jawab Musa.  Orang tua itu melanjutkan pertanyaannya, "Atas petunjuk siapa, engkau datang ke sini wahai Musa."  Lalu dengan tenang Nabi Musa a.s. menceritakan asal mula keberangkatannya hingga bertemu dengan lelaki tua itu.  Selanjutnya Nabi Musa a.s. berkata, "Dapatkah kiranya engkau mengizinkan aku untuk berkenalan dan mengikutimu wahai orang tua yang bijak, agar aku dapat menimba ilmu pengetahuan dan menerima petunjuk-petunjuk darimu."  Hal ini telah tertulis dalam Al-Qur'an Surah Al-Kahfi.
Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (QS Al-Kahfi [18] : 66)
Orang tua itu tidak lain adalah Nabi Khidhr a.s., maka orang tua itu berkata kepada Nabi Musa a.s., "Wahai Musa engkau tidak akan sanggup untuk bersabar ikut denganku, karena nantinya saat bersama aku, engkau akan menemukan hal-hal yang sangat aneh dan ganjil, terkadang hal itu bertentangan dengan apa yang biasa engkau kerjakan.  Engkau tak akan mengetahui hal-hal yang tampaknya mungkar padahal isi yang sebenarnya adalah hak, karena belum sampai ke sana pengalamanmu dan pengetahuanmu, engkau boleh saja ikut denganku asalkan engkau sanggup untuk memenuhi persyatannya."  Lalu Nabi Musa a.s. berkata, "Wahai orang tua yang bijak sampaikanlah kepadaku persyaratannya Isya Allah aku akan mematuhinya."  Akhirnya Nabi Khidhr a.s. menyampaikan persyaratannya, "Wahai Musa, adapun persyaratannya itu adalah bahwa kamu jangan sekali-kali bertanya kepadaku mengenai apa-apa yang nantinya aku lakukan yaitu suatu perbuatan yang akan engkau lihat sendiri nanti, karena semua itu nantinya akan aku jelaskan sendiri kepadamu."  Perhatikan Al-Qur'an surah Al-Kahfi ayat 67 - 70.
Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"  Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun".  Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu". (QS Al-Kahfi [18] : 67 - 70)
Karena persyaratan yang diberikan oleh Nabi Khidhr a.s. terasa ringan oleh Nabi Musa a.s. maka dengan penuh semangat dan tegas Nabi Musa a.s. berkata, "Insya Allah aku akan cukup bersabar dalam mengikutimu dan aku berjanji tidak akan melanggar persyaratan itu."  Nabi Khidhr a.s. berkata, "Jika begitu  baiklah, dan dalam perjalanan kita nanti janganlah engkau menghalangiku dengan berbagai macam pertanyaan, karena akan kujelaskan nanti setelah selesai perjalanan kita dan dadamu akan aku isi dengan apa yang engkau inginkan."

Kemudian keduanya berjalan menyusuri pantai, maka tampaklah di hadapan mereka sebuah perahu milik penduduk negeri tersebut, lantas keduanya naik ke atas perahu.  Belum lagi jauh perahu itu meninggalkan tepi pantai, melintaslah diatas kepala mereka seekor burung pipit, lalu hinggap di ujung perahu dan burung itu menyentuhkan ujung paruhnya ke permukaan air laut dan meminumnya, kemudian terbang sehingga lenyap dari pandangan keduanya.  Berkata Nabi Khidhr a.s. kepada Nabi Musa a.s., "Hai Musa apakah kamu tahu berapa banyak air laut yang diminum oleh burung tersebut, dan masih berapa banyak air laut yang tersisa..?" Nabi Musa a.s. menjawab, "Air laut yang diminum burung itu hanyalah sedikit, dan air laut yang tertinggal masihlah banyak, karena laut itu tak terukur luas dan dalamnya".  Akhirnya Nabi Khidhr a.s. menjelaskan, "Hai Musa.. ketahuilah olehmu bahwa demikian itulah perbandingan antara ilmu kita dengan ilmu Allah SWT, ilmu manusia hanyalah sedikit adanya akan tetapi ilmu Allah SWT luas tak berbatas." Dalam Al-Quran dijelaskan.
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)". (QS Al-Kahfi [18] : 109)
Pada saat keduanya tengah berlayar di tengah lautan dan sang pemilik perahu dalam keadaan lengah, tiba-tiba Nabi Khidhr a.s. melobangi dan memecahkan papan perahu tersebut, sehingga perahu yang tadinya dalam keadan baik kini menjadi bocor.  Melihat kejadian seperti itu Nabi Musa a.s. menjadi lupa akan janjinya kepada Nabi Khidhr a.s. dan dengan nada yang cukup keras Nabi Musa a.s. berkata, "Apakah engkau bermaksud merugikan orang banyak, serta membuat sengsara pemilik perahu ini, yang mana dia telah berbaik hati menerima kita untuk menumpang di perahunya, apakah engkau mengharapkan kita semua mati..?"  Nabi Khidhr a.s. menoleh kepada Nabi Musa dan berkata, "Bukankah aku sudah memperingatkan kepadamu bahwa engkau tidak akan kuat dan bersabar dalam perjalanan bersamaku."  Barulah Nabi Musa sadar akan syarat dan janji yang telah ia sepakati dan meminta ma'af kepada Nabi Khidhr a.s. atas kehilafannya itu dan berkata, "Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan izinkanlah aku untuk terus ikut bersamamu dan aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi". Dalam Al-Qur'an dijelaskan,
Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.  Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku".  Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku". (QS Al-Kahfi [18] : 71 - 73)
Akhirnya keduanya turun dari perahu tersebut dan melanjutkan perjalanan, kini mereka tiba di sebuah perkampungan dan bertemu dengan seorang anak kecil yang sedang asyik bermain bersama temannya, dengan tenang bocah itu dipegang oleh Nabi Khidhr dan dibunuhnya dengan tangannya sendiri.  Melihat kejadian itu kembali Nabi Musa a.s. sangat terkejut dan lupa akan janjinya, lalu dia berkata kepada Nabi Khidhr a.s., "Mengapa engkau membunuh anak kecil itu, bukankah dia masih bersih dari dosa dan tanpa alasan engkau membunuhnya..? sungguh perbuatanmu adalah perbuatan yang sangat jahat."  Lagi-lagi Nabi Khidhr a.s. menoleh kepada Nabi Musa a.s. dan mengingatkan akan janjinya yang sudah disepakati sebelumnya, "Bukankah sudah aku ingatkan kepadamu bahwa engkau tidak akan sabar untuk ikut bersamaku, janganlah engkau banyak bertanya mengenai apa yang sedang aku perbuat, karena semua itu akan aku jelaskan nantinya." Al-Qur'an mengabadikan peristiwa ini dalam surah Al-Kahfi.
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".  Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?" (QS Al-Kahfi [18] : 74 - 75)
Alangkah malunya Nabi Musa a.s. setelah mendengarkan perkataan Nabi Khidhr a.s. tersebut, mukanya merah padam, karena sudah kedua kalinya ia melanggar janji yang telah disepakati.  Dalam hatinya Nabi Musa a.s. merasa berat untuk berpisah dengan Nabi Khidhr a.s., sebab dia hendak menyelami lautan pengetahuan yang ada pada Nabi Khidhr a.s., dengan rasa hormat Nabi Musa a.s. sekali lagi berjanji dan berkata kepada Nabi Khidhr a.s., "Jika aku bertanya lagi mengenai sesuatu kejadian setelah kejadian ini, aku rela jika engkau tidak memperbolehkan aku ikut serta dalam perjalanan bersamamu, sebab cukup kiranya engkau memberikan suatu keudhuran kepadaku." di dalam Al-Qur'an di kisahkan
Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku". (QS Al-Kahfi [18] : 76).
Akhirnya keduanya melanjutkan perjalanan dan memasuki sebuah perkampungan, karena merasa lelah dan lapar keduanya bermaksud mencari pertolongan dan bantuan kepada penduduk kampung tersebut, akan tetapi nampaknya semua penduduk perkampungan tersebut enggan untuk menerima tamu, apalagi memberikan bantuan kepada tamu yang kelaparan dan kesusahan, tak ada seorang pun yang sudi menerima mereka, maka dengan terpaksa Nabi Musa a.s. dan Nabi Khidhr a.s. meninggalkan perkampungan tersebut dengan tangan kosong dan perut yang kelaparan.  Akan tetapi sebelum keduanya meninggalkan perkampungan tersebut mereka menjumpai sebuah pondok yang hampir roboh, dan dengan tangannya sendiri Nabi Khidhr a.s. memperbaiki pondok yang hampir roboh tersebut dan membangun tembok meskipun dalam keadaan perut kosong dan badan yang sempoyongan.  Tak lama kemudian tembok tersebut telah berdiri dalam keadaan yang baik dan kuat sekali.

Melihat keadaan seperti itu Nabi Musa a.s. mejadi heran kemudian berkata, "Apa gunanya engkau melakukan perbuatan itu, padahal penduduk kampung ini enggan untuk menerima tamu dan sama sekali tidak mau memeberi kita makan dan tumpangan untuk beristirahat..? apa gunanya kejahatan penduduk kampung ini engkau balas dengan kebaikan yang begitu rupa..? apakah engkau mengharapkan kebaikanmu akan dibalas dengan upah oleh mereka..? aku yakin bahwa penduduk kampung ini tidak akan membalas kebaikanmu bahkan tidak seorangpun yang mau menolong kita dari kelaparan yang kita alami."  Di dalam Al-Qur'an di kisahkan

Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu". (QS Al-Kahfi [18] : 77)
Kemudian Nabi Khidhr a.s. menoleh kepada Nabi Musa a.s. dan berkata, "Memang engkau tidak dapat untuk menahan sabar Musa, nampaknya inilah perpisahan kita berdua, untuk itu hai Musa.., akan aku jelaskan kepadamu mengenai pengertian dari apa yang pernah aku lakukan yang membutmu menjadi tidak sabar atas semua kejadian tersebut."
Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (QS Al-Kahfi [18] : 78)
Kemudian mulailah Nabi Khidhr a.s. menjelaskan semua peristiwa yang daialami oleh Nabi Musa a.s. selama melakukan perjalanan bersama dengannya.
 
"Mengenai perahu yang pernah kita tumpangi, itu adalah perahu milik orang miskin.  Pemiliknya itu adalah seorang nelayan di kampung itu, dan dengan perahu itulah si miskin mencari ikan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, mengarungi lautan luas serta menghadapi bahaya, dia kerjakan setiap harinya.  Dan terpaksa perahunya aku lubangi, karena di kampung itu telah dipimpin oleh seorang raja yang amat bengis lagi kejam.  Raja itu selalu merampas apa saja milik rakyatnya biarpun itu perahu, apalagi perahu itu kelihatan baik, karena itu aku lubangi dengan maksud biarpun perahu bocor, akan tetapi masih bisa dipergunakan mencari ikan oleh nelayan tersebut, jadi dengan begitu dia masih mempunyai alat untuk menangkap ikan sebagai pencaharian untuk menghidupi keluarganya, sehingga perbuatan itu nampaknya merusak, akan tetapi pada dasarnya adalah menolong mereka, sebab hanya dengan cara demikian agar perahu itu tidak dirampas oleh raja yang dholim dan bengis tersebut."  Dikisahkan dalam Al-Qur'an
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. (QS Al-Kahfi [18] : 79)
"Sedangkan mengenai anak kecil yang aku bunuh itu adalah anak yang sangat berbahaya di dalam kampungnya sedangkan kedua orang tuanya adalah orang yang taat dalam beribadah serta termasuk orang yang baik-baik, anak itu jika sudah besar nanti akan memaksa orang tuanya untuk mengkafirkan diri serta untuk mendustakan Allah SWT, disamping itu orang tuanya nanti akan dibunuhnya pula.  Karena itulah anak tersebut aku bunuh, supaya kedua orang tuanya dapat terpelihara dari kesesatan serta kedhaliman anaknya itu."  Dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur'an
Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.  Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). (QS Al-Kahfi [18] : 80 - 81)
"Adapun tembok yang aku tegakkan itu adalah sebab berdasarkan pada wahyu Allah SWT bahwa pada tembok itu ada harta simpanan yaitu harta pusaka yang sangat berharga, harta pusaka itu adalah peninggalan orang sholeh yang ditinggalkan untuk anaknya.  Sedangkan maksudku untuk memperbaiki tembok itu supaya harta pusaka itu masih tetap terpelihara dan dapat dipusakai oleh anaknya."

Akhirnya sampailah saat perpisahan antara Nabi Musa a.s. dan Nabi Khidhr a.s.  Sebelum berpisah Nabi Khaidhr a.s. melanjutkan perkataanya, "Wahai Musa.. begitulah pengertian dari semua perbuatan yang selama ini aku kerjakan saat engkau ikut serta bersama diriku yang mana engkau sendiri tidak sabar dengan kejadian yang engkau alami tersebut.  Hanya dengan ridho Allah SWT sajalah seorang hamba dapat memetik semua hikmah yang terkandung dalam semua peristiwa ini.



share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by Unknown, Published at 15.19 and have 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar